sejarah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia pada masa lalu
memiliki pengaruh besar di wilayah Asia Tenggara. Terutama melalui kekuatan
maritim di bawah Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Tak heran, wilayah laut
Indonesia dengan luas dua pertiga Nusantara diwarnai banyak pergumulan
kehidupan di laut. Dalam catatan sejarah terekam bukti-bukti bahwa nenek moyang
bangsa Indonesia menguasai lautan besar. Bahkan, mampu mengarungi samudra luas
hingga ke pesisir Madagaskar, Afrika Selatan.
Penguasaan lautan baik di masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya,
Majapahit maupun kerajaan-kerajaan Bugis-Makassar, lebih merupakan penguasaan
de facto daripada penguasaan atas suatu konsepsi kewilayahan dan hukum. Namun,
sejarah telah menunjukkan bangsa Indonesia mencintai laut, dan menjadi bagian
masyarakat bahari. Tetapi pada masa penjajahan kolonial, bangsa Indonesia
digiring hidup di daratan. Hal ini mengakibatkan menurunnya jiwa bahari.
Padahal, nenek moyang masyarakat Indonesia telah memahami dan menghayati arti
dan kegunaan laut sebagai sarana yang menjamin kepentingan bangsa, seperti
perdagangan dan komunikasi.
Pada sekitar abad ke-14 dan permulaan abad ke-15 terdapat
lima jaringan perdagangan (commercial zones).Pertama, jaringan perdagangan
Teluk Bengal, yang meliputi pesisir Koromandel di India Selatan, Sri Lanka,
Burma (Myanmar), serta pesisir utara dan barat Sumatera. Kedua, jaringan
perdagangan Selat Malaka. Ketiga, jaringan perdagangan yang meliputi pesisir
timur Semenanjung
Malaka, Thailand, dan Vietnam Selatan. Jaringan ini juga
dikenal sebagai jaringan perdagangan Laut China Selatan. Keempat, jaringan
perdagangan Laut Sulu, yang meliputi pesisir barat Luzon, Mindoro, Cebu,
Mindanao, dan pesisir utara Kalimantan (Brunei Darussalam). Kelima, jaringan
Laut Jawa, yang meliputi kepulauan Nusa Tenggara, kepulauan Maluku, pesisir
barat Kalimantan, Jawa, dan bagian selatan Sumatera. Jaringan perdagangan ini
berada di bawah hegemoni Kerajaan Majapahit.
Selain itu, banyak bukti pra sejarah di Pulau Muna, Seram
dan Arguni yang diperkirakan budaya manusia sekitar 10.000 tahun sebelum
masehi. Bukti sejarah tersebut berupa gua yang dipenuhi lukisan perahu layar.
Ada pula peninggalan sejarah sebelum masehi berupa bekas kerajaan Marina yang
didirikan perantau dari Nusantara di wilayah Madagaskar. Pengaruh dan kekuasaan
tersebut diperoleh bangsa Indonesia karena kemampuannya membangun kapal dan
armada yang mampu berlayar lebih dari 4.000 mil.
Dalam strategi besar Majapahit mempersatukan wilayah
Indonesia melalui Sumpah Amukti Palapa dari Mahapatih Gajah Mada. Kerajaan
Majapahit telah banyak mengilhami pengembangan dan perkembangan nilai-nilai
luhur kebudayaan Bangsa Indonesia sebagai manifestasi sebuah bangsa bahari yang
besar. Sayang, setelah mencapai kejayaan, Indonesia terus mengalami kemunduran.
Terutama setelah masuknya VOC dan kekuasaan kolonial Belanda ke Indonesia.
Perjanjian Giyanti pada 1755 antara Belanda dengan Raja Surakarta dan
Yogyakarta mengakibatkan kedua raja tersebut harus menyerahkan perdagangan
hasil wilayahnya kepada Belanda.
Sejak itu, terjadi penurunan semangat dan jiwa bahari bangsa
Indonesia, dan pergeseran nilai budaya, dari budaya bahari ke budaya daratan.
Namun, budaya bahari Indonesia tidak boleh hilang karena alamiah Indonesia
sebagai negara kepulauan terus menginduksi, dan membentuk budaya maritim bangsa
Indonesia.